Surat – Surat Kartini, Terjemahan Sulastin Sutrisno, Djambatan,
Resensi oleh Rena Asyari
Surat-surat Kartini ini adalah terjemahan dari buku “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang merupakan kumpulan surat R.A Kartini kepada teman-temannya terutama orang-orang Belanda. Kumpulan surat itu pertama kali diterbitkan oleh Mr. J.H Abendanon pada tahun 1911.
Saya berpikir, siapapun yang membaca surat-surat Kartini akan tercengang, menyadari bahwa pada tahun 1899 ada seorang gadis Jawa yang sedang dipingit dan dibesarkan dalam sistem feodalisme tapi Kartini memiliki pemikiran dan keberanian yang luar biasa. Dia berani menentang sistem, dia bahkan berani melawan ketakutannya sendiri. Kematangan pikirannya luar biasa.
Kartini meninggal dengan bahagia seperti yang sebelumnya telah ditulisnya kepada Nyonya Abendanon : “Walaupun saya tidak beruntung sampai kepada ujung jalan itu, walaupun saya akan patah di tengah jalan, saya akan mati dengan bahagia. Jalan sudah terbuka, dan saya telah turut merintis jalan yang menuju ke kebebasan dan kemerdekaan perempuan Bumiputera”.
Beberapa pemikiran gemilang Kartini bisa kita temukan dalam surat-suratnya seperti :
“Saya ingin bebas agar saya dapat berdiri sendiri, tidak perlu bergantung kepada orang lain, agar… agar tidak harus kawin (surat untuk Stella, 25 Mei 1899)”
“Saya benci akan kekakuan. Saya gembira pada suatu ketika dapat melepaskan adat sopan-santun Jawa yg sukar (surat utk Stella 18-8-1899)”
“Bagi saya hanya ada 2 bangsawan, bangsawan jiwa & budi. Bagi saya tak ada yg lebih gila dari pada orang membanggakan gelar kebangsawanannya”.
“Dan mengenai perkawinan di sini, aduh, azab sengsara masih merupakan ungkapan yg terlalu halus untuk itu! bagaimana nikah itu akan lain kalau hukumnya dibuat semua untuk laki-laki dan tidak ada sesuatu pun untuk perempuan (suratnya untuk Estelle)”
“Tetapi kami harus kawin, harus, harus. Tidak kawin adalah dosa yg paling besar bagi seorang perempuan Islam, cela yg paling besar”
“Bagaimana saya dapat menghormati orang yang sudah menjadi bapak & bila sudah bosan kepada ibu anak-anaknya dpt membawa perempuan lain ke rumahnya & mengawinnya secara sah dengan hukum islam”.
“Saya tidak akan jatuh cinta, untuk mencintai seseorang harus ada rasa hormat dulu, dan saya tidak dapat menghormati pemuda Jawa” (Stella 6-11-1899)
“dari mulai saya ke bawah, semua adat kami (saya dan 2 adik perempuan saya) langgar. Kebebasan, persamaan&persaudaraan, semua setara”
“Kadang saya berharap alangkah baiknya jika tidak pernah ada agama. Sebab agama yang seharusnya menjadi pemersatu manusia malah menjadi pangkal pertumpahan darah”
“Saya beragama Islam karena nenek moyang saya beragama Islam. Bagaimana saya mencintai agama saya kalau saya tidak mengenalnya”.
“Poligami tidaklah dosa, 1000x tidak boleh disebut dosa dalam Islam. Tapi saya mnganggapnya dosa karena itu hal yang menyebabkan manusia menderita”.
Saya bergidik menbaca surat-surat Kartini lebih dari 100 tahun yang lalu, lahir perempuan pemberani Lalu saya bandingkan dengan generasi saya, hampir seabad sesudahnya, yang saya dapati justru banyak pemikiran para perempuan yang mundur. Tak saya pungkiri juga buah pikir Kartini melahirkan perempuan-perempuan hebat masa kini, tapi masih sangat banyak perempuan yang berpikir mundur