Resensi Oleh : Rena Asyari

Urban Sensation, Bre Redana Gambar dokumentasi Pribadi
Urban Sensation, Bre Redana
Gambar dokumentasi Pribadi

Membaca karya-karya Bre Redana seperti membaca kehidupan. Bre selalu menulis dengan bahasa dan gaya jujurnya, apa adanya, realita, nakal, dan berani.

Urban Sensation, cover bukunya berwarna pink ini menarik perhatian saya untuk membacanya. Sudah dapat dipastikan bahwa semua yang ditulisnya nyeleneh dan ringan. Urban Sensation berisi kumpulan cerpen tentang kehidupan kaum urban. Perselingkuhan dan percumbuan menjadi tema utama.

Bre Redana dengan tanpa malu-malu menulis perselingkuhan seorang suami dengan artis ketoprak, kemudian istrinya menjadi gila karena didapatinya sang suami telah berselingkuh. Tanpa sadar Bre Redana sengaja menyentil pembaca dengan realita bahwa perselingkuhan kerap memakan korban juga derita. Bahagia yang satu menjadi penyebab penderitaan bagi lainnya cintapun bisa membunuh. Kesan yang mendalam.

Dengan lugas Bre Redana bicara tentang perselingkuhan seorang mahasiswa dengan istri seorang profesor, di mana profesor ini adalah dosen pembimbing skripsinya. Perbedaan usia yang mencolok antara mahasiswa dengan istri profesor seolah mengukuhkan bahwa cinta tak mengenal usia. Istri profesor sadar benar tentang hati yang kerap kali mendua. Cinta bisa jatuh pada dua orang di waktu yang sama, jadi jika kita patah hati karena pasangan kita berselingkuh itu hanya karena kita terlalu egois dan mengabaikan kenyataan bahwa cinta bisa mendua.

Di sisi lain Bre Redana menampilkan cerpen tentang seorang laki-laki yang mencintai bos nya. Bos nya yang sudah bersuami ini memberikan kenang-kenangan berupa tanaman suplir. Dirawatnya suplir pemberian orang yang dicintainya itu dengan penuh kasih sayang, di sirami dan di hangatinya setiap hari. Di matanya suplir merupakan penjelmaan bosnya. Khayalan tentang bosnya yang juga mencintainya ternyata harus luntur karena kealpaan ingatan bos nya yang bertanya apakah “Palemnya baik-baik saja?”. Ternyata bos nya lupa tentang suplir. Suplir pun menjadi pelampiasan amarahnya. Cinta yang tak benar-benar tulus tergambar dalam cerpen ini, dia mengasihi tanaman suplir hanya karena suplir adalah pemberian bosnya, bukan karena dia benar-benar mencintai suplir tersebut.

Tentang cinta yang datang sementara dan sekelebat juga digambarkan Bre Redana dengan apik. Cinta hadir karena kebiasaan, terbiasa bertemu dan bersapa di lorong dormitory menyebabkan laki-laki dan perempuan itu mempunyai kebiasaan dan harapan setiap malamnya untuk bertemu. Mereka tidak saling mengenal satu sama lain. Ketika si perempuan pamit akan meninggalkan dormitory keesokan paginya, maka cinta atau lebih tepatnya nafsu pun bergelora datang tanpa ampun. Dua manusia yang tidak saling mengenal itu pun lantas terlibat percumbuan kilat. Mereka bahkan tak perlu menyebut nama. Dan percumbuan itupun selesai. Hanya satu malam, esok mereka sudah tak saling mengenal lagi.

Natural, renyah, ringan tapi berisi. Mungkin ini tak cukup mendeskripsikan tulisan Bre Redana. Anda harus membacanya agar mengalami pergulatan jiwa dan bisa tersenyum simpul seperti saya ketika membaca Urban Sensation ini.

Bre Redana dan Gitanyali, ah… mereka sama. Dua yang satu, satu yang dua.