
Madre, Dee Lestari. 160 hal. 2011. Bentang
Resensi Oleh : Rena Asyari
“Saya cari di Google, kata ‘Madre’ itu ternyata berasal dari bahasa Spanyol, artinya ‘ibu’. Madre, sang Adonan Biang, lahir sebelum ibu kandung saya. Dan dia bahkan sanggup hidup lebih panjang dari penciptanya.” (Madre: hal 19)
Begitulah salah satu kalimat Dee Lestari di bukunya Madre. Madre merupakan kumpulan cerpen keduanya setelah kumcer Filosofi Kopi. Madre adalah cerpen terpanjang, selayak novel. Tapi bukan pula novel. Jika novel, cerita ini terlalu singkat, kalaupun cerpen ini terlalu panjang.
Madre. Ibu. Dee Lestari menempatkan madre dengan sangat hati-hati, seolah-olah seperti menempatkan ibunya sendiri. Madre merupakan nama adonan biang roti-roti yang dijual di toko roti Tan De Bekker. Seperti halnya ibu, Madre adalah kehidupan. Kehidupan untuk para pekerja di Tan De Bekker, dan kehidupan baru untuk Tansen. Tansen rupanya harus menghidupkan kembali Madre, sesuatu yang baru dia kenal. Sejarah tentang silsilah keluarganya yang baru ia ketahui membuatnya tak habis pikir bahwa ternyata hidup mengandung banyak rahasia. Tansen, ketika umurnya sudah dewasa dia baru tahu tentang neneknya yang ternyata tukang roti, Laksmi pembuat adonan Madre. Tentang cerita hidupnya Tansen sudah tak lagi peduli. Di tangannya ada tugas yang lebih berat, hanya Tansen satu-satunya harapan agar Tan De Bekker bangun dari tidurnya yang sudah terlalu lama.
Saya melihat kejujuran Dee Lestari di sini, mungkin sembari dia mengingat masa kecilnya di Bandung dan sering membeli roti di Braga, Dee ingin menghadirkan kembali kenangan-kenangan itu menjadi nyata. Dan upayanya berhasil. Madre lahir dengan penuh kejujuran, mungkin pula diambilnya judul Madre karena dia tidak mau membuat cacat karyanya kali ini, atau mungkin dia sedang memberikan penghargaan pada ibunya.
Madre buat saya mempunyai kesan tersendiri. Seorang Ibu akan melahirkan banyak keturunan, entah itu keturunan biologis maupun keturunan pemikiran. Adonan biang yang menjadi cikal bakal roti, semakin tepat racikannya maka akan dihasilkan roti-roti terbaik. Jika menguleninya gagal, maka tak ada kehidupan. Seperti halnya kehidupan yang merupakan pilihan. Madre pun kali ini memilih Tansen dan Dee Lestari pun memilih Madre untuk sekedar pengingat bahwa setiap denyut nadi berutang budi pada ibu. Madre, bukan hanya sekedar adonan biang, tapi lebih dari itu. Madre memberikan esensi yang jauh lebih dalam, tentang penciptaan dan kehidupan, tentang pilihan, tentang rahasia, tentang kesetiaan, tentang cinta dan kasih sayang.
Madre. Ibu. Hadir jauh lebih panjang di ingatan pembaca di banding cerpen Dee yang lainnya.