Oleh : Rena Asyari
Seperti biasa jika malam mulai menanjak naik Gusti Biang duduk di kursi goyang teras rumah sambil menenun. Pikirannya terkadang berlarian mengingat masa mudanya dulu. Terlahir sebagai bangsawan berdarah biru berstatus ningrat adalah anugerah yang selalu disyukurinya. Gusti Biang melayangkan ingatannya pada suaminya, seorang ningrat yang kaya dengan meninggalkan warisan berhektar-hektar tanah dan kekayaan. Suaminya yang mati dibunuh pada perang puputan disebutnya sebagai pahlawan, tapi tak sedikit juga yang menuding bahwa suaminya sejatinya musuh I. Ngurah Rai, Raja Bali. Suaminya seorang pengkhianat, penjilat musuh gerilya.
Adalah Wayan, lelaki sudra tua yang membujang yang menyediakan segala keperluan Gusti Biang. Tidak hanya kaki dan tangan yang bekerja, tetapi Wayan juga harus menyediakan telinga yang siap dicaci maki Gusti Biang setiap saat, seperti ini :
“Kau sama sekali sudah renta dan rabun! Lubang telingamu itu sudah ditempati kutu-kutu busuk, karena kau selalu bergaul dengan si Belang. Kau tidur dan makan dan membelai-belai kepala anjing itu seumur hidupmu, dan semua sifatnya-sifatnya yang jelek sekarang menurun kepadamu. Kau sudah menjadi tuli, malas, suka berbantah, ah – aku tak bisa lagi membedakan mana si Belang, mana Wayan – Kau dengar itu Wayan?”
Begitulah Gusti Biang, sifatnya yang pongah kerap kali menyakitkan hati Wayan. Hanyalah kecintaan yang membuat Wayan bertahan. Beruntung Wayan tak sendiri, ada Nyoman yang juga membantunya menyiapkan keperluan Gusti Biang. Nyoman adalah gadis sudra yang dari kecil dipelihara Gusti Biang dan disekolahkan. Meski semua kebutuhan Nyoman dipenuhi Gusti Biang, tapi sikap gusti Biang yang rewel dan selalu mencaci maki membuat Nyoman selalu ingin pergi. Jika saja Nyoman tak berjanji pada Ngurah anak Gusti Biang untuk selalu menjaga ibunya, Nyoman akan memutuskan pergi sedari dulu.
Di tengah-tengah keangkuhan ibunya yang sangat kolot mempertahankan derajat kebangsawanannya, Ngurah anaknya malah jatuh hati sama Nyoman. Gusti Biang pun meradang, tak setuju anaknya mencintai sudra.
Wayan mencoba mengingatkan Gusti Biang tentang perbedaan kasta yang menjadi penghalang kebahagiaan. Tembok penghalang itu harus segera diruntuhkan. Wayan tak ingin cerita tentang dirinya dan Gusti Biang kembali terulang kepada Ngurah dan Nyoman. Tentang cinta yang tak sampai dan harus mengalah karena kasta.
Bali, senantiasa menghadirkan cerita yang memikat. Pesona alam, adat, perempuan, seni, agama selalu menarik untuk dinikmati. Putu Wijaya menghadirkan cerita cinta dan keangkuhan manusia. Ketulusan, pengorbanan, pengkhianatan, semua hadir saling melengkapi isi cerita. Dengan menghadirkan cerita yang tak lekang oleh zaman membuat naskah drama Bila Malam Bertambah Malam layak untuk selalu dipentaskan berulang-ulang kali.