Resensi oleh Rena Asyari
Orang-orang Bloomington, saya baru berkesempatan membacanya dalam sepekan terakhir. Rasanya sulit untuk mendeskripsikan tentang 8 cerita pendek yang ditulis oleh Budi Darma tersebut. Cerita yang ditulis sekitar tahun 1976-1979 seolah tak lekang dimakan waktu, masih relevan untuk dibaca kini. Budi Darma membuat karakter tokoh dalam cerpennya menjadi hidup dan terus diingat pembaca (setidaknya itu yang saya alami). Melalui Laki-Laki Tua Tanpa Nama, Joshua Karabish, Keluarga M, Orez, Yorrick, Ny. Elberhart, dan Charles Lebourne Budi Darma seakan mengajak pembaca untuk bermain-main dan menebak akhir cerita yang hampir tak tertebak.
Laki-laki Tua Tanpa Nama bercerita tentang seorang laki-laki yang tinggal di jalan Fess. Fess hanya dihuni oleh tiga orang wanita Ny. MacMillan, Ny. Casper dan Ny. Nolan. Ketiganya tinggal sendiri dan satu sama lain tidak pernah mencampuri urusan. Wanita, tua, dan sendiri. Itulah yang diceritakan oleh penulis. Sifat wanita yang sukar ditebak, usia yang tua dan kesepian, tingkah yang ganjil dan janggal. Laki-laki Tua Tanpa Nama yang tinggal di salah satu rumah wanita tersebut meninggal di tangan wanita tua. Perempuan dan tua, kadangkala bisa berbuat sesuatu yang bahkan yang mudapun tak sanggup melakukannya.
Lain halnya dengan cerita Orez. Orez adalah anak yang terlahir dengan fisik yang tidak biasa. Tiba-tiba saya teringat dengan Rahwana. Rahwana lahir karena nafsu bercinta yang lepas kendali antara Dewi Sukesi dan Wisrawa. Begitupun dengan Orez, orangtua Orez selalu bercinta seperti binatang. Orez kerapkali bertingkah seperti binatang, melompat, menggeram. Kehadiran Orez seperti membawa petaka bagi orang tuanya. Mereka harus terus-terusan berpindah tempat karena tetangga selalu tidak nyaman dengan kehadiran Orez. Tetapi apakah itu semua salah Orez? Orez hanya terlahir, tanpa pernah meminta dilahirkan.
Joshua Carrabish. Teman sekamar yang penulis ceritakan ini mengidap penyakit berat. Joshua mati muda dengan meninggalkan segudang masalah, utang piutang dan kesan yang buruk. Tetapi Joshua meninggalkan satu hal yang indah, puisi. Puisi yang dengan sengaja penulis kirimkan ke sebuah perlombaan ternyata menjadi juara. Tapi sayang, tak satupun percaya bahwa puisi Joshua memenangkan lomba, tidak dengan ibunya, kakaknya ataupun induk semangnya. Di mata mereka Joshua hanyalah pembuat masalah, tak akan mungkin memberikan kebahagian dan kemampuannya membuat puisi pun tak pernah mereka perhitungkan. Dengan caranya, penulis seolah memberikan kesan pada cerita Joshua, seringkali seseorang yang kita sepelekan justru dialah yang menyelamatkan hidup kita.
Keluarga M. Keluarga yang tinggal satu apartemen dengan tokoh aku.tokoh Aku yang merasa terganggu dengan kenakalan dua bocah M kemudian mencelakai salah satunya. Tokoh aku mengalami dilema, antara dia bahagia dan merasa bersalah. Keharmonisan keluarga M membuat tokoh aku merasa iri. Rasa iri menggelapkan semuanya, nurani dan pikiran. Keluarga M telah mampu membuat tokoh aku merasa kehilangan dengan kepindahan mereka dari apartemen yang sama.
Masih ada beberapa cerita lainnya yang benar-benar sayang jika kita melewatkan membacanya. Penulis mengambil sudut pandang orang pertama di semua ceritanya. Aku menjadi pelaku, korban, pemerhati, pencerita yang berhasil menampilkan karakter lainnya menjadi hidup.