Oleh Dyah Murwaningrum
Menulis sambil mendengarkan musik, tentu berbeda dengan “menulis apa yang kita dengarkan”. Mendengarkan musik adalah bagian dari kegiatan sadar namun langka untuk benar-benar disadari.
Mendengar dan mendengarkan dalam-dalam, adalah dua kegiatan yang memiliki orientasi berbeda. Istilah yang lain adalah “hearing” dan “listening” dan ataupun “deep listening”. Dari kegiatan mendengarkan musik, acap kali kita makin bertanya-tanya tentang musik yang sedang mengalun, sedangkan kita tidak mungkin bertanya pada nada-nada, selalu saja ada rahasia.
Bunyi, nada dan suara tidak selalu bisa memberi penjelasan, karena musik sesekali tak mampu bicara dengan lugas. Kata-aksara dibutuhkan untuk menjelaskan hal-hal yang tidak mampu dijelaskan oleh suara, meski kadang aksara tidak sepenuhnya mampu menjelaskan tentang suara dengan tanpa cacat.
Menulis mengenai nada, suara dan bunyi adalah menulis tentang pengetahuan, imajinasi, pengalaman dan percakapan-percakapan kita dengan diri sendiri sampai menemukan hasil akhir, karena menulis tentang musik dapat dikatakan juga menulis subjektivitas personal, meski dalam proses menulis kadang perlu melakukan konfirmasi.
Bukan sebuah kebetulan Seratpena menaruh fokus pada persoalan musik. Seratpena Reading Corner telah melakukan beberapa kegiatan kurang lebih selama satu tahun terakhir.
Seratpena yang memiliki fokus pada musik dan bacaan kemudian mengembangkan aktivitas, yaitu dengan mengadakan pelatihan penulisan tentang musik.
Rangkaian acara Seratpena yang bertema musik diantaranya adalah Reading Club rutin, Diskusi – Listening – Bedah Kajian Musik, Pengenalan Musik dan Sastra Pada Anak, Pendokumentasian Musik. Seperti biasa, layaknya beberapa aktivitas sejenis ini, kami tidak memiliki penggerak meski minum jumlahnya namun kegiatan harus tetap ada, guna menjaga pikiran dan rasa agar tetap hidup.
11 Februari 2017, suasana yang cukup sepi karena sabtu bukan hari mahasiswa lumrah melakukan aktivitas dikampus. 20 kursi terisi hampir penuh, sebuah ruangan ber AC dan kursi-kursi nyaman. Acara bertajuk “Suara Menuju Aksara” yang diselenggarakan oleh Seratpena dan bertempat di Ruang Diskusi 2, Kampus Filsafat Universitas Parahyangan.
Acara ini diselenggarakan dengan bekerja bersama Divisi Estetika Himpunan Mahasiswa Program Studi Filsafat. Acara pelatihan menulis tentang musik (artikel, jurnal, creative writing dll) kami selenggarakan untuk meningkatkan kualitas dan pengalaman kita di bidang penulisan musik.
Bukan hanya diikuti oleh teman-teman yang aktif dalam Seratpena dan mahasiswa divisi Estetika kampus Filsafat Universitas Parahyangan, namun juga masyarakat luas. Seratpena membuka bagi segenap masyarakat muda yang membutuhkan dasar (pengantar) untuk menulis musik, tentu saja dengan dibatasi kuota yaitu 15-20 peserta.
Suara Menuju Aksara, mengajak Erie Setiawan untuk berkontribusi di dalamnya. Penulis kelahiran Solo dan menetap di Yogyakarta ini merupakan direktur pada Art Musik Today pada Lembaga Informasi Musik, sebuah lembaga yang salah satu kegiatannya adalah memonitor laju perjalanan musik Indonesia bahkan dunia.
Erie Setiawan menekankan bahwa menulis adalah kegiatan yang menggunakan imajinasi cukup tinggi. Menulis bukan melulu tentang aturan-aturan ketatabahasaan dan EYD yang saklek namun yang terpenting adalah isi, konten tulisan.
Muatan tulisan adalah modal paling besar dan ketatabahasaan adalah pendukungnya, tapi keberanian dan konsistensi kita dalam menulis adalah hal yang juga perlu diperhatikan. Erie menyarankan untuk menulis setiap hari, meski hanya setengah halaman dengan tema semau kita. Menulis setiap hari merupakan upaya untuk menjaga agar pikiran tetap kritis, produktif berpikir.
Erie setiawan merupakan salah satu musikolog muda di Indonesia yang telah dipercaya pada forum-forum dalam dan luar negeri. Kegiatan praktik musik masih aktif dilakoninya, disela-sela kegiatannya menjadi penulis dan menjadi pembicara di berbagai forum.
Buku-buku yang diterbitkan Art Music Today rata-rata ditulis dan atau di edit oleh Erie Setiawan, diantaranya adalah Musik: Pendidikan Budaya Tradisi (ed), Memahami Musik dan Rupa-Rupa Ilmunya, Intuisi Musikal, Musik Untuk Kehidupan, Sluman Slumun Slamet (ed), Virus Setan (ed) dan masih banyak lagi kontribusinya di dunia musik.
Pelatihan menulis tentang musik, dihadiri kurang lebih 19 orang yang memiliki latarbelakang beragam namun memiliki ketertarikan yang sama yaitu, menulis tentang musik.
Peserta diantaranya dari kalangan mahasiswa, dosen, penulis buku, dan wartawan musik: Konservatory Universitas Pelita Harapan Jakarta, Institut Seni Budaya Indonesia Bandung, Radio E8H Institut Teknologi Bandung, Universitas Parahyangan, musisi dan jurnalis musik, Komunitas Layarkita, Fikom Universitas Padjajaran dan lain-lain.
Peserta mengikuti dengan aktif dan diskusi dalam ruangan pun hidup. Begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab karena keterbatasan waktu. 4 Jam intensif ternyata waktu yang sangat singkat dan terasa kurang. Kurang lebih pukul 15.00 acara berakhir dan dilanjutkan dengan coaching secara personal melalui email.
Mendengar musik adalah hal yang sulit dihindari, dan mendengarkan musik diperlukan kesadaran tertentu. Bagi pencintanya, menuliskan tentang musik adalah sebuah kebutuhan, kebutuhan untuk memahami musik.
Menulis tentang musik akan tetap diperlukan, justru akan menambah tingginya nilai dari musik itu sendiri. Salah satu tanda eksistensi adalah saat kita dibicarakan, didiskusikan atau dituliskan.//Dy//
Sebuah quote yang menarik dari Erie Setiawan agar kita tetap menjaga produktivitas nalar dengan cara menulis, “Tetaplah menulis setiap hari sekalipun dalam kondisi bosan dan tidak mood untuk menulis, minimal menulislah tentang kebosananmu itu sendiri”.