Penulis: Rena Asyari
Apa jadinya jika kita terpisah dari ibu? Rindu, tentu saja, dan kerinduan akan membawamu pulang ke pelukannya. Tanaya Suma tak pernah berpikir akan bertemu dengan ibunya di tengah hutan dan mensesap aromanya kuat-kuat. Ia yang besar dengan kemewahan ternyata harus tersuruk-suruk membaui aroma ibunya dalam pekat dan lembabnya hutan gunung Kawi.
Tanaya Suma mengajak pembaca bertualang di gedung mewah, pabrik parfum dan kehidupannya yang serba berkecukupan. Parfum yang kini telah menjadi kebutuhan orang-orang di perkotaan menjadi objek yang mengantarkan pembaca mendapat pengalaman baru, cara meracik parfum hingga merasakan sensasi aromanya. Suma, di usianya yang masih muda ia telah membaui banyak hal, kecuali masa lalunya.
Jati Wesi, tak pernah minta dibesarkan di tempat pembuangan sampah (TPS) Bantar Gebang. Tetapi ia tak bisa menggugat di mana ia harus dibesarkan. TPS Bantar Gebang membuat penciumannya terbiasa dengan beragam aroma busuk. Bau mayat, bau tahi, dedaunan basah, muntahan bayi, bau mangga matang dan ragam aroma lainnya. Dengan hidung tikusnya Jati Wesi paham kapan ia harus berlindung ketika aroma hujan badai segera datang. Bau di sekitarnya telah ia pahami benar, tetapi satu hal yang tak ia tahu adalah siapa ia. Kesediaan Jati Wesi untuk terus mencari akar dirinya membawa ia menjalani kehidupan yang berubah drastis, dari tinggal di gubuk dekat TPS hingga tinggal di paviliun rumah pemilik salah satu dari 100 orang terkaya di Indonesia.
Tanaya Suma dan Jati wesi menjadi tokoh utama dalam novel Aroma Karsa setebal 600 halaman karya Dee Lestari. Aroma Karsa sejatinya adalah kisah perjalanan Suma dan Jati dalam mencari dirinya. Cerita ini dimulai dari ambisi Raras Prayagung untuk menemukan Puspa Karsa sesuai amanat neneknya Janirah. Raras Prayagung, ia mengabdikan hidupnya untuk mencari Puspa Karsa, dengan iming-iming dunia akan digenggamnya ia pun rela kehilangan banyak. Puspa karsa membuat Raras ada diujung kesuksesan tetapi sekaligus menjadi penjemput ajalnya. Ambisi. Sebuah mula.
Seperti yang sudah-sudah, bagi saya, membaca novel Dee Lestari ketika usai saya hanya melongo, tidak bisa lagi berkata-kata. Rasa-rasanya buku-bukunya memang harus di baca sendiri, tak dapat diwakilkan. Aroma Karsa tak hanya bicara soal bau, tetapi juga sejarah kerajaan di Jawa. Entah benar tidaknya, Dee Lestari cerdas mengemas sesuatu yang berbau sejarah di dalam cerita fiksi, tak ada yang bisa menyalahkannya.
Aroma Karsa adalah kisah perjalanan yang rumit, penuh intrik, petualangan dan teka-teki, inilah yang membuat pembaca tak mau beranjak. Pembaca diajak membaui beragam aroma dari tempat pembuangan sampah hingga ke Swiss, negara penghasil aroma. Dee Lestari mahir benar membeberkan jenis-jenis aroma, entah bagaimana cara ia meriset, sampai segala bau ia jabarkan dengan jelas dan rinci. Pembaca pun dibuat bertanya-tanya tentang keadaan desa gaib di Gunung Kawi, benarkah ada? Khas tulisan Dee Lestari, selain melahirkan decak kagum di akhir buku ia juga kerap kali memberikan banyak pertanyaan. Dee Lestari, pelan-pelan ingin membuat namanya abadi di hati para pembaca, ia rela jungkir balik meramu tulisan, memilih kata, tema, tokoh, dengan riset yang tidak sembarangan.
*Seluruh isi tulisan ini merupakan tanggungjawab penulis