Oleh : Yoga Palwaguna

 

Antara BL Thailand dan Realitas

Kira-kira tahun 2012, kehebohan terjadi di tempat saya bekerja. Sebuah foto ciuman antara dua orang karyawati diunggah di Facebook oleh akun anonim. Sejumlah pekerja lain termasuk beberapa pengawas ditandai dalam unggahan tersebut. Dua karyawati dalam foto lantas menjadi bahan perbincangan satu pabrik selama beberapa waktu kemudian.

Kejadian itu kembali saya ingat ketika sedang menonton SOTUS S: The Series, serial BL (Boyslove) Thailand produksi GMMTV. Pertama kali rilis pada Desember 2017 hingga Maret 2018 dan saat ini masih bisa ditonton melalui saluran YouTube resmi GMMTV. Seri ini merupakan sekuel dari SOTUS: The Series yang tayang pada tahun sebelumnya. Sama seperti seri pertamanya, SOTUS S juga hasil adaptasi dari novel berjudul sama karya Bittersweet.

Serial ini memperlihatkan kelanjutan kisah asmara Arthit dan Kongpob yang sudah resmi berkencan di penghujung musim pertama. Arthit (Krist Perawat Sangpotirat) dan Kongpob (Singto Prachaya Ruangroj) yang semula adalah senior – junior di kampus kini menjalani kehidupan dengan peran baru. Kongpob sudah jadi mahasiswa senior sedangkan Arthit memulai kehidupannya sebagai karyawan. Meski keduanya hanya terpaut selisih usia dua tahun, rupanya perbedaan peran sosial yang dijalani membawa pengaruh cukup besar dalam cara mereka menjalani hubungan.

Di episode 11 dan 12 SOTUS S: The Series, tokoh utamanya terguncang secara emosional karena foto ia dan pasangannya yang sedang berciuman di pantai, disebar tanpa konsen dalam grup obrolan kantor. Mereka adalah pasangan lelaki x lelaki (male x male couple).

Seperti yang terjadi di tempat  kerja saya delapan tahun lalu, foto ciuman mereka juga menjadi bahan perbincangan. Kejadian itu tidak hanya berpengaruh pada emosi pribadi si tokoh utama, tetapi juga pada relasinya dengan pasangan. Dalam SOTUS S, konflik tersebut pada akhirnya bisa ditangani dengan romantis, lumayan heroik, dan berakhir baik.

Namun, apakah gambaran dalam serial itu sudah mencerminkan realitas yang ada?

 

BL dan Representasi Keragaman Seksualitas

Dari awal kemunculannya, banyak konten-konten BL yang problematis jika dilihat dengan kacamata kesetaraan gender & seksualitas dan kesehatan relasi. Problem-problem yang sering muncul salah satunya adalah romantisisasi interaksi intim tanpa konsen.

Selain itu, juga ada beberapa karakteristik khas BL yang problematis, di antaranya penganaktirian karakter laki-laki feminin (misalnya dengan menjadikan mereka lelucon atau antagonis yang kelewatan), pembagian karakter utama ke dalam peran uke dan seme (top dan bottom) yang mengikuti pola hubungan heteronormatif.

Karakter pasangan laki-laki dalam BL juga biasanya straight act (bersikap straight) dan jarang mengaku sebagai homoseksual. Sejalan dengan itu, jarang ditemui ada karakter perempuan yang kuat. Kebanyakan mereka dijadikan sebatas pemanis saja, entah itu sebagai pacar yang akan segera ditinggalkan, atau menjadi antagonis yang menghalangi dua tokoh utama laki-laki untuk bersatu. (1)

Kita bisa mengerti kenapa karakteristik di atas terbentuk jika BL ditempatkan pada konteks asalnya: hiburan bagi pembaca perempuan. BL (atau yang di Thailand lebih dikenal sebagai Y Series), berakar dari komik-komik Yaoi di Jepang yang awalnya dibuat oleh komikus perempuan untuk konsumsi pembaca perempuan. Yaoi tidak dibuat untuk menunjukkan representasi ragam seksualitas. Maka tak heran jika masih banyak penggemar boyslove yang di dunia nyata anti pada homoseksualitas.

Yaoi dianggap sebagai tempat aman bagi perempuan untuk mengeksplorasi seksualitasnya tanpa perlu berurusan dengan laki-laki secara langsung. Dalam semesta Yaoi, para perempuan tersebut aman dari hal-hal buruk dan berbahaya karena mereka tidak menjadi bagian dari cerita.

Di Thailand sendiri, BL menjadi semacam pelarian bagi para perempuan yang selalu dituntut menjadi anak, istri, dan ibu yang baik. Mereka tidak diberi tempat untuk mengungkapkan hasrat mereka secara terbuka. Para perempuan itu kemudian menggandrungi BL karena menurut mereka kisah cinta antara laki-laki terbebas dari ekspektasi gender. BL juga bisa memberikan keleluasaan bagi mereka untuk menjelajahi hasratnya sendiri. (2)

Meski demikian, penikmat BL terus berkembang dan juga menyentuh kelompok lain, bukan hanya perempuan heteroseksual. Salah satunya adalah komunitas homoseksual dan LGBT secara umum. Mengingat masih kurangnya representasi keragaman seksualitas di media arus utama, wajar jika komunitas LGBT menikmati apa saja yang ada, termasuk konten BL Thailand. Namun, tentu mereka juga tidak tinggal diam melihat jauhnya penggambaran kisah cinta homoseksual dalam BL dengan realitas yang mereka jalani sesungguhnya. Hal-hal yang problematis dari BL pun akhirnya mendapatkan kritik.

 

SOTUS S: The Series, BL Thailand tanpa Guilty Pleasure

Menikmati serial BL Thailand yang memuaskan secara visual tetapi bermasalah dari segi cerita seringkali menyisakan perasaan guilty pleasure, menikmati sekaligus merasa bersalah. Namun, kini cerita BL Thailand sudah kian berkembang dengan memperbaiki unsur-unsur problematisnya. Berangsur-angsur, kita bisa melihat lebih banyak keragaman cerita dan jalinan relasi percintaan yang sehat. SOTUS S adalah salah satu cerita BL yang bisa kita tonton tanpa perasaan kesal atau bersalah itu.

SOTUS S  tidak sekadar menyuguhkan layanan fan alias fan service. Meski tidak terlalu dalam, serial ini menggambarkan kompleksitas yang mungkin dialami oleh pasangan sesama lelaki. Misalnya stigma masyarakat, penerimaan lingkungan kerja, konsen terkait public display affection, perbedaan visi dalam hubungan, pelanggaran privasi, hingga rasa tidak aman.

Thailand secara umum dikenal sebagai negara yang cukup terbuka terhadap keragaman gender dan seksualitas, tetapi bukan berarti tidak ada konflik yang terjadi pada ranah pribadi. Arthit dalam serial ini masih begitu berhati-hati ketika berada di tengah banyak orang, terutama yang tidak terlalu akrab dengannya. Ia kesulitan untuk percaya diri dan bangga mengakui hubungannya dengan Kongpob. Ketika foto ciuman mereka disebarkan tanpa konsen, dia tidak bisa menanggapinya dengan enteng. Berbagai pikiran buruk hinggap juga di kepalanya. Hal itu bahkan menimbulkan riak besar yang mengancam bahtera hubungan mereka berdua.

Selain itu, karakter Arthit di SOTUS S juga digambarkan lembut dan manja ketika sedang bersama Kongpob. Ia tidak dipaksa menjadi sosok yang selalu keras dan macho. Pada saat-saat tertentu ia dengan terbuka memperlihatkan sisi-sisi feminin dan rapuhnya, yaitu saat ia berada di lingkungan yang membuatnya merasa aman.

Perlu diingat bahwa di musim pertamanya, SOTUS juga menampilkan karakter perempuan yang menyukai sesama perempuan. Di SOTUS S, karakter tersebut hanya muncul sekilas saja, tetapi di akhir ditunjukkan bahwa ia telah menjalin hubungan yang (terlihat) bahagia dengan seorang perempuan.

Jadi, apakah SOTUS S sudah cukup merepresentasikan realitas dan keragaman hubungan homoseksual?

Jika disandingkan dengan realitas, tentu saja penggambaran dalam SOTUS S masih terlalu utopis. Konflik-konflik dalam serial ini bisa diselesaikan dengan manis dan singkat (meski tidak bisa dibilang mudah). Sedangkan kenyataannya, ada banyak cerita cinta sesama yang tidak berakhir bahagia.

Dua karyawati yang saya ceritakan di atas, tidak dengan dramatis mengakui hubungan mereka kemudian mendapatkan tepuk tangan dan penerimaan. Sehari setelah foto ciuman itu tersebar, mereka dipanggil HRD dan diminta mengundurkan diri. Beberapa hari kemudian mereka tak terlihat lagi. Yang tersisa tinggallah gosip. Di tempat kerja lain, mungkin ada banyak pasangan sesama lelaki dan sesama perempuan yang juga mengalami kejadian serupa.

SOTUS S: The Series memang memberikan penyelesaian yang mudah dan boleh dibilang utopis untuk permasalahan yang dialami oleh pasangan homoseksual, tetapi keputusan drama ini untuk mengangkat berbagai persoalan yang bercermin pada realitas tetap layak diapresiasi.

Saya pikir tidak ada salahnya BL Thailand menyajikan dunia yang ideal, seperti cermin dengan bayangan yang dipercantik, supaya kita yang hidup di dunia nyata tidak kehabisan harapan. Yang bisa kita lakukan adalah menikmati BL sambil terus memberikan kritik-kritik membangun. Semoga dengan begitu, konten yang dihasilkan tidak mentok pada pencaplokan cinta homoseksual dan menjadikannya fantasi, melainkan berkembang menjadi konten yang bisa memberikan hiburan sehat, termasuk bagi komunitas LGBT itu sendiri.


  1. https://www.esquiremag.ph/culture/movies-and-tv/why-thai-bl-series-popular-in-the-philippines-a2298-20200427-lfrm

  2. https://thomasbaudinette.wordpress.com/2019/12/23/trans-hotter-than-ossans-love-the-explosive-popularity-of-thai-bl/ 

 

Profil Penulis :

Yoga Palwaguna, penulis dan penyunting lepas. Memiliki ketertarikan pada keberagaman gender dan seksualitas. Baginya, menikmati sekaligus merenungkan refleksi keragaman gender dan seksualitas dalam produk-produk budaya populer bukan saja menyenangkan tetapi juga penting. Tulisan-tulisannya yang lain bisa dibaca di ruangrumpi.wordpress.com. Bisa dihubungi di ypalwaguna@gmail.com.