Oleh : Dyah Murwaningrum
“Ketika melihat 11 opsir pesawat dalam sebuah foto, dan satu diantaranya adalah perempuan, maka dunia akan mengatakan 10 opsir pesawat dan 1 perempuan. Begitulah dunia berfikir tentang perempuan” potongan percakapan dalam film Gunjan Saxena.
Fasilitas publik di negara miskin maupun berkembang belum sepenuhnya memfasilitasi perempuan, sementara kesadaran perempuan akan kesetaraan berangsur-angsur tumbuh. Infrastruktur sebuah negeri tidak bergerak secepat pemikiran masyarakatnya. Perempuan yang sangat jarang tampil di ranah publik, kadang menjadikan negara lupa bahwa perempuan adalah warga negara yang perlu fasilitas publik.
Tidak semua kantor memiliki ruang ganti atau toilet khusus perempuan, sementara siklus biologis perempuan itu mutlak. Diskriminasi yang tidak sengaja terbentuk pada lingkungan kerja, sering menyulut rasa tidak nyaman bagi perempuan. Film berjudul “Gunjan Saxena”, mencoba memberi penekanan pada kisah sang patriot bangsa yang mengalami diskriminasi fasilitas dan kesempatan, hanya karena ia perempuan.
Mimpi dan cita-cita seolah hanya dimiliki perempuan saat tidur, bukan untuk diwujudkan. Menjadi pilot perempuan di kalangan Angkatan Udara India membuat Gunjan lekat dengan keterasingan. Pekerjaanya di area yang didominasi laki-laki itu pun menjadikannya menyerah, hingga sempat mengundurkan diri.
Ia dianggap tidak pantas memimpin, terlebih yang dipimpinnya adalah pria. Masyarakat sudah terbiasa dengan pria yang memimpin rapat, menjadi penasihat, menduduki posisi tinggi, maka pada sebagian benak pria di India menjadi bawahan seorang perempuan itu tidak layak dan kalah.
Pada beberapa adegan digambarkan bahwa para pria di kantor Gunjan sengaja menghindari berpapasan dengan wanita yang lebih tinggi pangkatnya. Pria tidak boleh memberi hormat pada wanita. Di kantornya, perempuan tidak dipercaya menjadi leader, khususnya pada misi yang berbahaya. Jika perempuan gagal menjalankan misi, maka penyebab kegagalannya adalah, karena leadernya perempuan.
Merasa tak ada tempat baginya untuk mengabdi pada India, Gunjan kembali ke rumah. Deretan panjang nama laki-laki dalam berbagai bentuk sejarah, bahkan dalam segala kisah kehidupan telah membuat perempuan dengan sengaja menenggelamkan dirinya karena dirundung perasaan lemah serta tak layak. Gunjan pun memutuskan mengakhiri kisahnya di Angkatan Udara setelah membaca puluhan nama pejuang dan hampir kesemuanya adalah pria.
Ayahnya, seorang pensiunan Angkatan Darat, tidak serta merta mengizinkan Gunjan menyerah. Tuan Saxena yang dengan sengaja tidak mengenalkan Gunjan pada aktivitas perempuan sebagaimana perempuan India pada umumnya, sangat berharap bahwa putrinya akan memiliki mimpi yang tinggi dan tidak menjadikan dapur atau pernikahan sebagai pelarian usia mudanya. Ia ingin putrinya menjadi manusia dengan mimpi yang tinggi seperti dirinya.
Film ini menunjukkan bahwa orang tua berperan besar atas masa depan, mental dan segigih apa putri-putrinya nanti. Gunjan Saxena adalah ceceran sejarah dari perang Kargil 1999 yang menjadi salah satu titik tolak optimisme perempuan India. Catatan pendek tentangnya diceritakan pada cerita ke lima yang berjudul “Only One Girl in Kargil War”, dalam buku KARGIL: Untold Story from the War yang ditulis oleh Rachna Bisht Rawat.
Film sebagai loudspeaker menuju kesetaraan
Beda tipis antara memelihara tradisi dan melanggengkan kekuasaan lama (status quo). Tradisi pantas dilanggengkan, namun tidak dengan menepikan kemanusiaan.
India adalah satu negara yang berangsur-angsur mengubah dirinya untuk lebih ramah pada kemanusiaan, menuju kesetaraan. Film dan web series di India saat ini menjadi cara yang sangat berpengaruh untuk menggeser perspektif masyarakatnya, bahkan melalui aktris dan aktornya kampanye kesetaraan dititipkan.
Jika kita menengok film dan webseries India, kita akan bertemu cerita tentang perempuan-perempuan yang mandiri, mampu menjadi pemimpin dan sedikit banyak menyadarkan kita bahwa area “perjuangan” bukan hanya panggung dimana wajah kita ditampilkan, suara kita lantang menyampaikan orasi.
Perjuangan juga bisa dilakukan dengan pendidikan, tulisan, memperjuangkan fasilitas umum, memperjuangkan hak untuk membuat pilihan hidup, melawan diskriminasi, melepaskan diri dari paksaan dan ketertindasan. Sang sutradara mengajak kita untuk menyadari, semestinya pria – wanita, lemah – kuat, hitam-putih tidak seharusnya di susun secara vertical untuk membedakan siapa yang lebih tinggi dan lebih baik. Melainkan, berjajar secara horizontal, varian yang saling melengkapi satu sama lain.
Film Gunjan Saxena diperankan oleh Janhvi Kapoor dan disutradarai oleh Sharan Sharma. Film ini seharusnya telah tayang April 2020 lalu namun tertunda karena Covid 19. Akhirnya 1 Agustus 2020 film ini resmi tayang di Netflix. Sebuah film yang membentuk kembali kepercayaan diri perempuan untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.