Oleh Muh. Fadhly Kurniawan
Dubi dubi dam dam, dubi dubi dam
Dubi dubi dam dam, dubi dubi dam..
Anak kelahiran 90an pasti membaca kutipan di atas sambil menyanyi dalam hati. Penyanyi cilik 90an punya lagu khas yang masih terngiang, contohnya, Bondan: Si Lumba-lumba; Maissy: Ci Luk Ba!; Joshua: Diobok-obok; Sherina: Petualangan Sherina yang lengkap dengan drama musikalnya, dan masih banyak lagi.
Hampir setiap hari stasiun televisi menyiarkan mereka bergiliran. Meskipun pada era itu platform digital tidak semasif saat ini, namun antusias kita pada idola cilik sangat tinggi. Terkadang kita bersedih hati bila tidak punya koleksi CD atau kaset sang idola, saking antusiasnya. Tidak heran, sampai sekarang telinga kita langsung merespon bila mendengarkan irama dan melodi dari lagu-lagu sang idola.
Anehnya—paradoks dari era 90an—era digitalisasi yang serba accessable ini hampir tidak ditemukan lagi sosok idola cilik. Padahal, aktualisasi diri dan personal branding sangat mudah dilakukan. Nyatanya, minat terhadap penyanyi cilik sudah memudar, bahkan penyanyi cilik sulit untuk ditemukan. Semuanya telah teralihkan dengan aktivitas game online. Muncul beberapa pertanyaan, apakah anak-anak hari ini sudah tidak butuh bernyanyi lagi? Apakah anak usia dini—dalam konteks ini usia maksimal 10 tahun—hanya mentok menyanyi di sekolah saja? Apa manfaatnya lagu anak?
Menurut analisa pribadi, merosotnya konsumen lagu anak saat ini diakibatkan kurangnya aktivitas menyanyi bersama, padahal untuk anak usia dini, musik dapat bermanfaat sebagai perangsang sensor motorik mereka, yaitu pada konteks ritmik, misalnya. Selain itu, musik juga melatih anak dalam memanfaatkan memori atau daya ingat mereka. Hal itu juga berdampak pada aspek psikologis anak.
Kecurigaan saya, sepertinya, para musisi, seniman, dan akademisi musik tidak menaruh minat pada lagu anak, padahal, dalam aspek industrial, ruang ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu medium untuk berkarya dan sebagai mata pencaharian. Platform digital sudah tidak asing lagi dalam keseharian, waktunya memanfaatkan sumber daya yang ada. Dengan momentum hari musik nasional ini, saatnya menciptakan kembali idola cilik baru dan lagu anak yang berkualitas agar ekosistem Indonesia bernyanyi lagu anak kembali tergelakkan.
Semoga tulisan singkat ini sedikit merefleksi akan pentingnya melirik kembali lagu anak-anak. Selamat hari Musik Nasional. (foto: vecteezy.com)