Oleh : Rena Asyari

Carita Erman” adalah judul buku yang terbit tahun 1875 di Batavia. Sebagai buku yang terbit pada paruh kedua abad 19, Carita Erman menjadi buku cerita untuk anak-anak yang digemari, dicetak hampir 6015 eksemplar dan hingga tahun 1922 masih mengalami cetak ulang dan dijual 0,4 f. Berbahasa sunda ditulis dengan aksara jawa dan latin. Penulisnya bernama Lasminingrat.

foto lasmi kelakar fibrasi

Carita Erman berkisah tentang seorang anak bangsawan yang diculik sekawanan perampok lalu tinggal di dalam gua. Bertahun-tahun Erman hidup bersama mereka, bersahabat dengan gelap dan lembab.

Erman berusaha mencari jalan keluar, ia mengikuti cahaya yang masuk dalam celah-celah sempit. Erman makin menjauh dan akhirnya bertemu dengan mulut gua. Ia pun takjub dengan keadaan sekeliling. Langit yang biru dan luas, tumbuhan yang hijau, bunga berwarna-warni, dan hewan-hewan yang berlarian di padang rumput. Rasa herannya mengantarkan Erman bertemu seorang laki-laki tua, ia memanggilnya Embah dan bertanya segala hal yang ia lihat.

“Darimana asalnya pohon ini, bagaimana caranya air jatuh dari langit dan bisa menyiram tumbuhan, siapakah orang yang mengecat bunga sampai berwarna-warni indah begitu, siapakah orang yang membuat pelita di atas langit sehingga siang hari sangat terang, bagaimana mulanya awan itu menggantung di langit dan mengapa tidak jatuh?”

Pertanyaan-pertanyaan ini memantik daya kritis anak-anak di jaman itu. Carita Erman terdiri dari 15 bab dengan 3 bab diisi narasi pengetahuan alam yaitu:  Hal Matapoe Jeung Kembang (Matahari dan Bunga), Hal Tatangkalan (Tumbuhan), Hal Liang Cai jeung Hujan (Mata Air dan Hujan)

Memahami proses dibalik penciptaan Alam Semesta 

Melalui fiksi, Lasminingrat hendak menyampaikan pada anak-anak bahwa alam semesta tidak terjadi begitu saja. Ada proses ilmiah yang rumit dan panjang dibalik terciptanya awan, turunnya hujan, ataupun tumbuhnya tanaman yang kemudian kita olah menjadi makanan. Seperti salah satu jawaban embah pada Erman ketika menjelaskan semua berasal dari benih, benih yang kita tanam akan jadi tumbuhan lalu buahnya kita makan, kayunya bisa dijadikan meja dan kursi. Begitu juga dengan susu, roti dan mentega yang ada di meja makan, semua ada asalnya.

Lasminingrat yang seorang muslim tentu tidak melepaskan keyakinannya manakala ia menjelaskan tentang kejadian alam, bahwa ada campur tangan pihak lain, sosok imajiner yang ia kenalkan sebagai Tuhan.

Dialog-dialog yang terbangun menampilkan rasa keingintahuan yang besar, sikap ingin belajar dari tokoh Erman. Sikap yang lazim ditemui pada setiap anak kecil. Diwajibkannya buku ini di sekolah-sekolah bumiputera menjadikan pengarang memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengetahuan alam dan dasar spiritual bagi anak-anak.

Carita Erman : langkah sederhana yang berdampak besar

Literatur dapat menjadi mediator antara yang riil dan imajiner. Carita Erman dapat dikatakan literatur warisan kolonial. Lasminingrat menyalin, menyerap dan mengubah teks aslinya sehingga menjadi sebuah identitas baru bagi literatur di sunda saat itu[1]. Buku yang mengajarkan pentingnya pendidikan untuk mendapatkan pengetahuan jika orang tua mengesampingkan pendidikan anak-anak, maka anak-anak tersebut akan seperti Erman yang tinggal di dalam gua, gelap tidak tahu apa-apa.

Kisah Erman yang ditulis Lasminingrat merupakan kisah saduran dari cerita Eropa dengan judul aslinya “Hendrik van Eichenfels” ditulis oleh C. Schmid yang terbit pertama kali tahun 1844 di Amsterdam dalam Bahasa Belanda. Lasminingrat menulis Carita Erman dengan tujuan agar buku ini dibaca oleh anak-anak dan masyarakat Sunda. Seperti yang ia tuturkan :

“…kana basa sunda, supaya urang sunda milu suka maca, tina karameanana. Malah mandar kapetik acina, kaala rasana. Lamun rea anu resep kana dongeng pantaran iyeu, meren ku kula di tuluykeun deui, karasa dina buku walanda reya pisan carita anu matak resep, sarta aya pulungannenana.(1876)”

  Terjemahan:

…Ditulis ke Bahasa sunda agar orang sunda turut suka membacanya. Bisa diambil intisarinya, manfaatnya. Jika banyak yang senang pada dongeng ini, saya akan melanjutkan kembali menulis, saya merasa di buku Belanda banyak sekali cerita yang membuat gembira serta bisa kita ambil hikmahnya. (1876)

Carita Erman juga memuat nilai pokok ajaran kasih sayang orang tua pada anak dan menanamkan nilai kesadaran untuk hidup saling tolong menolong. Sebagai salah satu teks penyebar pengetahuan tentang alam semesta, Carita Erman terbit bersamaan dengan digalakannya penerbitan buku pelajaran/teks pengetahuan alam berbahasa sunda oleh pemerintah kolonial. Carita Erman dapat dijadikan rujukan untuk melihat gambaran realitas dunia penerbitan buku anak dan kondisi sosial masyarakat di Sunda saat itu.

Apa yang dilakukan Lasminingrat merupakan hal yang sederhana. Ia senang membaca buku-buku dari negeri Belanda, baginya menulis kembali cerita yang ia baca dapat mendatangkan kebahagian. Siapa yang menyangka, langkah kecilnya mendatangkan manfaat yang luar biasa bagi generasi selanjutnya. Tulisannya yang telah berusia hampir seratus lima puluh tahun itu, masih sangat relevan untuk dibaca semua golongan usia di hari ini.

 

[1] Asyari, Rena Amalika. 2020. . Tjarita Erman: Tuhan dan Semesta Anak-Anak Priangan abad 19. Prosiding Borobudur Writers and Cultural Festival 2019 hal 489. Yogyakarta

Iklan