Dyah Murwaningrum
Upaya mencari pengetahuan, sudah seharusnya membuat kita meruntuhkan dinding pembatas yang kaku, melenturkan pikiran-pikiran yang ekstrim.
Tak ada bidang yang tak bersinggungan sama sekali, tak ada pertemuan yang tak berdampak.
Dunia semakin tak berpembatas, antar negara, antar bidang, antar komunitas.
Selamat menikmati buku-buku baru teman-teman Seratpena! Yup, buku yang bukan hanya baru karena bersegel, namun konten yang ditawarkan pun sama sekali belum pernah kita kenal sebelumnya. Buku-buku ini akan menempati rak Seratpena sehingga dapat kita baca bersama-sama. Dari mana buku-buku ini datang? Tentu saja buku ini diberikan secara gratis oleh tim Women Writers Conference untuk mendukung pengetahuan kami semua.
Beberapa koleksi bidang religi dan gender memang telah lama ada di Seratpena Reading Corner, namun pernahkah kita mendengar istlah “kesalingan” atau Mubaadalah? Dari sinilah buku-buku ini bermula…
Dengan semangat belajar, tim Seratpena mencoba mengadu tujuan untuk mengikuti Women Writers Conference. Dan tepat di tanggal 11 Desember-14 Desember 2019 di Hotel Sapadia Cirebon kami mulai belajar dari pagi hari pukul 07.30 hingga 22.00. Panitia telah memilih 50 perempuan dari 240 pendaftar di seluruh Indonesia. Seleksi dilakukan oleh 7 orang juri berdasarkan tema tulisan yang masuk, orisinalitas tulisan, tujuan mengikuti acara dan beberapa kriteria lainnya.
Diantara 50 peserta, tiga diantaranya membawa bayi yang masih disusui dan 1 peserta membawa anak di bawah 5 tahun. Para peserta tanpa kecuali dapat mengikuti acara dengan fokus, dan yang menarik adalah, semangat kita semua masih terjaga hingga akhir acara.
Bagi Seratpena, ini adalah pengalaman pertama untuk meningkatkan kualitas berpikir dan menulis, khususnya pada tema kesetaraan dalam Islam. Acara dibuka dengan tak lupa melantunkan lagu Indonesia Raya, bahkan pada hari ke-2 kami menyanyikan bersama lagu Indonesia Raya lengkap dengan stanza ke-2 dan stanza ke-3. Selanjutnya kami diperkenalkan dengan Solawat Mubādalah lengkap dengan artinya.
Rentetan Acara
Sebelum dimulai, kami semua turut dalam peluncuran buku karya Profesor. Musdah Mulia yang berjudul “Ensiklopedi Muslimah Reformis: Pokok-pokok pemikiran untuk reinterpretasi dan aksi”. Musdah menyampaikan latar belakang pembentukan buku yang telah dirintisnya sejak tahun 2005.
Hari ke-1, Pada pembukaan, perkenalan dan orientasi konferensi, panitia membagikan sebuah buku berjudul “Qirā’ah Mubādalah: Tafsir Progresif untuk Keadilan Gender dalam Islam” lengkap dengan alat tulis yang dibungkus dengan totebag. Buku yang sangat menarik untuk dibaca, bahkan beberapa dari kami membacanya malam itu juga. Dibuka dengan doa dan perkenalan beberapa panitia, dan sambutan dari Kyai Husein pendiri Fahmina Institut. Sambutan yang mendalam mengenai kesalingan, gender dan kebhinekaan.
Masing-masing peserta dipersilakan memperkenalkan diri tanpa kecuali. Meskipun jumlah kami banyak, namun panitia dengan sabar mendengar satu per satu cerita dari peserta.

Hari ke 2, Kami kembali dipahamkan oleh Kyai Husein mengenai teologi Islam dan pandangannya terkait perempuan dan gender. Dilanjutkan dengan berbagi pengalaman oleh Sister in Islam dari Malaysia. Pekerjaan-pekerjaan Sister in Islam membukakan kita bagaimana perjuangan untuk memajukan perempuan. Kemajuan, yang seharusnya sudah kita dapatkan sejak lama namun hingga hari ini masih saja ada kendala.
Selanjutnya, peserta mulai memaparkan tema-tema yang akan diusung dan menjelaskan kesulitan-kesulitannya. Pada fase ini peserta mendapatkan begitu banyak pengetahuan dari paparan peserta lain dari berbagai wilayah. Begitu banyak persoalan perempuan yang belum terselesaikan, belum dimulai dan bahkan ada pula yang belum diakui.
Selanjutnya adalah parallel session. 3 ruang, 3 pemateri dan 3 tema. (1) Metodologi untk membedah teks-teks keisaman oleh Umdah El-Baroroh, (2)Isu-isu konvensi internasional dan kebijakan nasional oleh Yulianty Muthmainnah, (3) Riset, jurnalistik dan Media oleh Susi Ivvati. Ketiga pemateri sangat membantu peserta menyadari apa yang terjadi, dan memberi pencerahan tentang apa yang harus kita lakukan, kita ungkap dalam tulisan kita.
Pada malam harinya, dimulai pukul 19.30 peserta mulai menulis. Peserta dipersilakan untuk mengganti tema, merubah sudut pandang, atau melanjutkan dan bahkan tak mengubah apa-apa pun boleh. Diskusi antara peserta dengan pimpinan redaksi Mubaadalahnews.com (Zahra) berlangsung cair. Zahra mendatangi satu per satu perserta dan membantu menemukan persoalan dan mencari solusi bersama. Selain Zahra, hadir pula Rosyid selaku pelaksana harian Mubaadalahnews.com yang membantu peserta untuk mencari jalan keluar dari kebingungannya. Peserta juga tidak dibatasi untuk saling mengoreksi dan bertukar sudut pandang dan pengetahuan dengan peserta lainnya.
Hari ke 3, Tema di hari ke-3 ini adalah “penguatan metodologi keislaman untuk pemberdayaan perempuan”. Sesi pertama hari ke-3, kami dibuka dengan paparan luar biasa dari Dr. Nur Rofi’ah, Bil. Uzm. Jika kita biasanya hanya bisa melihat beliau di video-video Jurnal Perempuan pada topik-topik poligami, maka di hari ke 3 ini kita bisa menyaksikannya langsung dengan paparan Keadilan Gender Islam yang memiliki spirit keadilan hakiki.
Beliau memaparkan mulai dari bagaimana kita memahami hal-hal yang kodrat dan bukan kodrat. Menurut beliau keadilan harus bertolak dari kodrat, hingga menyinggung persoalan fasilitas publik dan kebijakan negara yang seharusnya bisa juga bermula dari spirit keadilan hakiki.
Selepas Dr. Nur Rofi’ah memaparkan Keadilan Gender Islam, giliran Dr. Faqihuddin Abdul Qodir menyampaikan gagasannya mengenai Qirāah Mubādalah sebagai metode tafsir dan dakwah untuk isu-isu gender dalam Islam. Seperti hari sebelumnya, hari ke-3 ini para peserta kembali memaparkan ide-ide yang telah menuntun mereka ke acara ini.
Malam harinya, kita dicerahkan dengan paparan Fiqh Indonesia oleh Marzuki Wahid M.Ag. Pada bagian ini para peserta dibuat terus-menerus terhenyak dengan banyak hal yang selama ini belum gamblang dipelajari. Paparan Marzuki Wahid yang kocak, mengena dan menyadarkan, sangat mengkayakan pengetahuan dan kesadaran kita semua.
Hari ke-4, Pada sesi menulis hari ke-4 ini diperjelas kembali oleh Dr Faqihuddin mengenai bagaimana kesalingan mengambil banyak peran untuk kemajuan, kerukunan, dan ketentraman bersama. Bukan hanya relasi antara laki-laki dengan perempuan namun juga antara ibu dan anak, pengusaha dan karyawan, pemerintah dan rakyat, pertemanan, juga berbagai relasi yang ada di muka bumi ini.
Banyak peserta yang sudah memahami arti mubādalah, namun peserta seperti saya yang sama sekali tidak paham pun ada. Mubadālah sebagai nama, tergolong baru. Namun, mubādalah sebagai konsep sudah ada sejak dahulu. Dalam buku Qirā’ah Mubādalah dijelaskan dengan terang bahwa konsep mubādalah telah ada dalam dunia Islam. Mubādalah adalah kesalingan. Upaya untuk saling memahami antara individu, sehingga tercipta hal-hal yang baik bagi semua.
Kegiatan Women Writers Conference diselenggarakan bersama, oleh Mubādalahnews.com, Mubādalah.com, Yayasan Fahmina Institute dan didukung oleh Kemenag RI. Kegiatan yang sangat dibutuhkan bukan hanya oleh perempuan, namun setiap manusia. Dan seharusnya kegiatan seperti ini menyebar ke seluruh penjuru Indonesia terlebih saat politik telah mengubah banyak hal akhir-akhir ini, termasuk masalah manusia yang makin hari makin sensitif, mudah menghakimi dan sering membuat hidup terasa kurang tentram.
Wuahh keren sekali…
Maju dan sukses terus untuk serat pena. Agar semua manusia bisa mengembangkan kemampuannya melalui serat pena dg prinsip kesalingan… 😍
SukaSuka
Terimakasih Eva… Kami tunggu tulisanmu ya… 🙂
SukaSuka