Resensi oleh Dy Murwaningrum

buku andaliman 2      Buku andaliman1

“Tanpa lantai kau tak bisa berpijak, tanpa atap kau tak bisa berteduh, tanpa dinding kau takbisa sembunyi, tanpa sejarah budaya kau tak ada apa-apanya”. Begitu kalimat pertama yang saya baca pada halaman satu dari judul buku “Mencari Serpihan Akulturasi”. Kemudian saya membalik bukunya dan saya temukan buku lain yang terbalik berjudul “Sejuta Tapak Andaliman”. Buku ini adalah dua sisi buku bolak balik. Sisi yang satu menceritakan proses perjalanan dan sisi yang lain merupakan penceritaan ulang perjalanan Andaliman sesampainya di Bandung (tempat dimulainya perjalanan).

Hidup memang bukan hanya tentang mendengar cerita dan membaca buku, namun melihat dan mendengar langsung lalu menceritakannya untuk dunia. Begitu mungkin sudah disadari oleh teman-teman Semi Palar sehingga terselenggara program ini bahkan sampai menjadi buku. Buku ini merupakan buku yang diterbitkan oleh penerbit Semi Palar. Cerita di dalamnya merupakan cerita dari keluarga besar SMP Semi Palar khususnya kelas 8. Dalam buku ini terdapat 2 judul yaitu “Sejuta Tapak Andaliman” dan “Mencari Serpihan Akulturasi”. Buku ini ditulis siswa-siswa SMP yang melakukan perjalanan ke beberapa kota yaitu Bandung (kota asal mereka), Lasem dan Semarang. Diceritakan pula dalam buku ini mulai dari persiapan bahkan segala perasaan diantara mereka jauh sebelum perjalanan benar-benar dimulai. Ternyata perjalanan rasa mereka telah dimulai jauh sebelum perjalanan fisik dimulai. 16 orang akhirnya siap berpetualang.

April 2015, akhirnya mereka menginjakkan kaki ke Lasem kemudian secara berlanjut mereka mengunjungi semarang dan kembali ke Bandung. Diceritakan perjalanan dan pengalaman mereka satu-persatu oleh anggota Andaliman ini secara bergantian. Buku ini cukup penting untuk kita baca, khususnya bagi orang-orang yang ingin mengenal sejarah dan budaya. Kita dapat melihat sudut pandang anak SMP yang sudah cukup kreatif dalam melakukan wawancara, menangkap gejala dan memberitakan. Sebagai pembaca, saya membayangkan bagaimana anak-anak ini melakukan perjalanannya. Di perjalanan, mereka diasah nuraninya, diasah kemandiriannya, kreativitasnya dan kepekaan berpikirnya. Bagian yang tersulit bagi mereka semua mungkin adalah menjaga semangat dan mood sehingga perjalanan ini selesai sampai pada tahap pemberitaan.

Mereka menceritakan bagaimana sebuah agama hidup, berjalan, berkembang dan berbenturan dengan berbagai agama lainnya. Mereka semua menangkapnya dan selanjutnya melekat dalam memori mereka, mungkin seumur hidup. Bukan hanya soal agama, namun juga budaya, sejarah, hasil hasil seni, makanan dan segala macam pengetahuan yang mereka temui di lapangan. Dikemas dengan gaya khas anak muda, pemberitaan yang mereka sampaikan tidak mengurangi makna dan jalinan informasi serta pengetahuan yang ingin diketengahkan.

Program yang luar biasa, sangat luar biasa mengajak anak-anak menyentuh dunia nyata. Mereka tidak hanya mengenal teori, buku-buku dan cerita dari pengajar namun mereka dihadapkan pada kesulitan yang real, kepekaan yang real dan respon yang real pula dalam sebuah perjalanan. Mata, telinga memang lebih mudah untuk menangkap sesuatu dibandingkan kita harus lebih dahulu berpikir. Anak-anak ini secara nyata menangkap segala gejala yang ada dilapangan melalui inderanya. Sebuah perjalanan yang hebat dan tak terlupakan. Buku yang cukup menjadi penyulut semangat bagi anak-anak kita untuk melakukan sebuah perjalanan, real bukan sekedar wisata.

//5-7-15//12an siang//